Siapa yang tidak mengenal jamur tiram? Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah familiar dengan jamur tiram, terutama jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Selain harganya yang relatif terjangkau sebagai bahan pangan, jamur pun kaya akan zat gizi seperti asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia. Kandungan protein per 100 g jamur tiram pun mencapai 16 g hampir setara dengan kandungan protein pada daging ayam dan daging sapi [1]. Jadi, tidak salah lagi jika jamur tiram cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Namun, tahukah bahwa jenis jamur tiram tidak hanya jamur tiram putih melainkan ada bermacam-macam. Jenis jamur tiram lainnya adalah jamur tiram merah muda, kuning, abu-abu, cokelat muda, dan hitam. Pertumbuhan jamur tiram pun sederhana, jamur tiram dapat tumbuh pada limbah yang mengandung lignoselulosa tinggi, seperti tandan kosong kelapa sawit, jerami padi, serbuk gergaji, dan limbah pertanian lainnya.
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur pelapuk putih (JPP) yang memiliki kemampuan mendegradasi lignin. Jamur tiram dapat tumbuh pada limbah lignoselulosa seperti jerami padi, serbuk gergaji, bagas, tandan kosong kelapa sawit, dan limbah agroindustri lainnya [2]. Kemampuan jamur tiram mendegradasi lignin memberikan nilai tambah pada jamur ini untuk dapat bertahan hidup pada kondisi yang tidak ideal. Sekaligus memberikan keuntungan pada para pembudidaya jamur tiram untuk dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai media tumbuh jamur ini.
Media pertumbuhan jamur tiram yang selama ini banyak digunakan adalah serbuk gergaji, namun tidak menutup kemungkinan serbuk gergaji digantikan dengan bahan organik lainnya seperti tandan kosong kelapa sawit [3]. Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) memiliki teknologi menumbuhkan jamur tiram dengan media tandan kosong kelapa sawit. Media pertumbuhan jamur tiram harus memiliki nutrisi yang diperlukan oleh jamur tiram, seperti karbohidrat, nitrogen (N), fosfor (P), kalsium (Ca), dan mikronutrien lainnya [4]. Biasanya, dalam satu baglog (media tumbuh jamur tiram) memiliki kandungan serbuk gergaji sebesar 80%, kapur 10%, pupuk TSP 5%, dedak 2,5%, dan gypsum 2,5% [5]. Dengan menyubstitusi serbuk gergaji dengan tandan kosong kelapa sawit maka penggunaan serbuk gergaji dapat berkurang setengahnya dan digantikan dengan tandan kosong kelapa sawit. Media jamur tersebut pada umumnya dapat digunakan pada seluruh jenis jamur tiram.
Selama ini jamur tiram yang populer di masyarakat adalah jamur tiram putih. Padahal, jamur tiram tidak hanya putih. Ada jamur tiram merah muda, kuning, abu-abu, dan cokelat. Masing-masing jenis jamur tiram memiliki tekstur dan ciri khas tersendiri. Jamur tiram putih memiliki tekstur yang lembut, tiram merah muda memiliki tekstur alot, tiram kuning memiliki tekstur yang alot dan berbau agak amis, sedangkan tiram abu-abu hampir mirip dengan tiram putih hanya saja lebih kenyal tubuh buahnya [1]. Di antara jenis jamur tiram tersebut, jamur tiram cokelat lah yang memiliki tekstur menyerupai daging ayam. Tiram cokelat tidak berbau amis, tubuh buah kenyal seperti daging ayam, dan kandungan airnya pun tidak sebanyak tiram putih. Tubuh buah jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 1.
Kandungan gizi jamur tiram lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis jamur lainnya. Jamur tiram memiliki kandungan gizi yang lengkap dan mengandung protein nabati cukup tinggi (10-30%) [6]. Perbandingan kandungan gizi jamur tiram terhadap jamur konsumsi lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain itu, jamur tiram juga mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan tubuh seperti zat besi (Fe), fosfor (P), zinc (Zn), natrium (Na), kalsium (Ca), dan kalium (K) [8]. Jamur tiram pun mengandung asam amino esensial dalam tubuh yang tidak diproduksi oleh tubuh. Kandungan asam amino dalam jamur tiram diantaranya isoleusin, lisin, metionin, sistein, fenilalanin, tirosin, treonin, triptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat, asam glutamat, glisin, prolin, dan serin [9]. Asam-asam amino esensial tersebut sangat baik untuk memenuhi kebutuhan tubuh, apalagi jika dikonsumsi oleh penderita hipertensi, stroke, jantung, kolesterol, maupun orang yang sedang menjalankan program diet [10]. Dengan kandungan nutrisi yang begitu banyak dan lengkap, maka jangan ragu lagi untuk mengonsumsi jamur sebagai makanan sehari-hari.
Referensi
1. Piryadi, T. U. (2013). Bisnis Jamur Tiram: Investasi Sekali, Untung Berkali-Kali. AgroMedia
2. Luz, J. M. R. D., Nunes, M. D., Paes, S. A., Torres, D. P., Silva, M. D. C. S. D., & Kasuya, M. C. M. (2012). Lignocellulolytic enzyme production of Pleurotus ostreatus growth in agroindustrial wastes. Brazilian Journal of Microbiology, 43(4), 1508-1515.
3. Dimawarnita, F., & Perwitasari, U. (2017). Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Produksi Jamur Tiram (Pleurotus sp.) dan Enzim Ligninase. Jurnal Mikologi Indonesia, 1(2), 100-108.
4. Istiqomah, N., & Fatimah, S. (2014). Pertumbuhan dan hasil jamur tiram pada berbagai komposisi media tanam. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 39(3), 95-99.
5. Ginting, A. R., Herlina, N., & Tyasmoro, S. Y. (2013). Studi pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu sengon dan bagas tebu. Jurnal Produksi Tanaman, 1(2).
6. Confortin, F. G., Marchetto, R., Bettin, F., Camassola, M., Salvador, M., & Dillon, A. J. P. (2008). Production of Pleurotus sajor-caju strain PS-2001 biomass in submerged culture. Journal of industrial microbiology & biotechnology, 35(10), 1149.
7. Miles, P. G., & Chang, S. T. (2004). Mushrooms: cultivation, nutritional value, medicinal effect, and environmental impact. CRC press.
8. Widyastuti, N., & Istini, S. (2010). Optimasi proses pengeringan tepung jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 2(1), 1-4.
9. Wang, D., Sakoda, A., & Suzuki, M. (2001). Biological efficiency and nutritional value of Pleurotus ostreatus cultivated on spent beer grain. Bioresource Technology, 78(3), 293-300.
10. Valverde, M. E., Hernández-Pérez, T., & Paredes-López, O. (2015). Edible mushrooms: improving human health and promoting quality life. International journal of microbiology, 2015.