Serangan penyakit pada berbagai komoditas pertanian dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, salah satunya adalah kelompok cendawan. Cendawan patogen dapat menginfeksi, tumbuh dan bereproduksi pada tanaman inangnya. Penyebaran cendawan patogen sebagian besar dilakukan melalui spora secara pasif dengan bantuan angin, vektor serangga, atau bahkan melalui saprodi dan manusia sendiri. Ganoderma sp., cendawan patogen penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit juga memiliki mekanisme penyebaran secara pasif, salah satunya dengan bantuan serangga. Mekanisme penyebaran dengan bantuan serangga memang tidak semasif dengan angin, namun lebih efektif karena serangga akan menghinggapi tanaman kelapa sawit lain untuk mencari makan. Serangga vektor Ganoderma sp. adalah genus Eumorphus yang berasal dari ordo Coleoptera dan famili Endomychidae.
Cendawan secara umum bereproduksi dengan membentuk spora yang sangat kecil dan halus. Penyebaran spora cendawan biasanya terjadi secara pasif dengan bantuan angin, serangga, dan air [1]. Cendawan Ganoderma sp. merupakan salah satu momok yang menghantui industri perkebunan kelapa sawit di dunia. Cendawan ini merupakan patogen penyebab penyakit busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit. Hingga saat ini, belum ditemukan pengendalian yang benar-benar efektif untuk serangan penyakit BPB pada kelapa sawit. Hal ini dikarenakan gejala serangan Ganoderma sp. yang bersifat laten sehingga sangat sulit untuk dideteksi secara dini. Ketika gejala serangan terlihat secara visual, sejatinya saat itu serangan sudah pada tahap lanjutan dan terlambat untuk mengendalikannya. Pada serangan tingkat lanjut, Ganoderma sp. akan membentuk tubuh buah pada permukaan batang bawah kelapa sawit. Tubuh buah ini yang nantinya akan memproduksi spora yang berfungsi sebagai alat penyebaran atau dispersal.
Diantara berbagai teknik tersebut, SDN merupakan yang paling populer dimana saat ini dikenal sebagai teknik genome editing. SDN sendiri merupakan teknik yang menyasar pengeditan genom organisme pada posisi yang tepat dan akurat dengan menggunakan bantuan enzim nuklease [2]. Di sisi lain, teknologi baru dengan menggunakan bantuan seutas oligonukleotida spesifik non-transgenik untuk mengedit gen via Rapid Trait Development System (RTDS) [3]. Lebih canggih lagi, proses epigenetik kini bisa diarahkan untuk membentuk mutase terarah (yang diinginkan) melalui metode RdDM yang menggunakan seutas RNA untuk mengarahkan metilasi DNA. Hasil akhirnya adalah diperolehnya gen yang terkendali untuk fenotip tertentu [4]. Ketiga teknik tersebut umumnya membawa konsep cisgenesis dimana perbanyakan tanaman dilakukan dengan transfer alel pada genotip yang sama [5]. Konsep ini tidak dikategorikan sebagai transgenik.
Teknik Pemuliaan Tanaman Baru ini muncul sebagai hasil dari kemajuan riset yang memungkinkan perubahan genom tanaman yang lebih tepat dan cepat dibandingkan teknik pemuliaan tanaman secara konvensional, yang menggunakan proses kimia dan radiasi untuk mengubah karakteristik genetik tanaman [1]. NBT memiliki potensi yang sangat signifikan untuk percepatan pemuliaan tanaman dan industri pangan pertanian.
Penyebaran spora Ganoderma sp. utamanya dibantu oleh angin dan hujan, penyebaran dengan bantuan angin memang bersifat masif namun kurang efektif karena mengandalkan keberuntungan untuk mencapai tanaman inang lainnya. Salah satu alternatif penyebaran spora Ganoderma sp. lainnya adalah dengan bantuan serangga vektor. Serangga vektor spora cendawan Ganoderma sp. berasal dari kelompok kumbang genus Eumorphus (Coleoptera: Endomychidae).
Penyebaran spora dengan bantuan kumbang Eumorphus ini sejatinya dilakukan tanpa sengaja. Hal ini dikarenakan kumbang Eumorphus merupakan kelompok kumbang pemakan cendawan atau jamur (mycophagous beetle) yang memiliki nama umum handsome fungus beetle [2, 3]. Anggota famili Endomychidae memiliki anggota sekitar 77 spesies dan sebagian besar merupakan kumbang pemakan jamur dengan beberapa spesies yang merupakan predator dan pemakan bangkai (Necrophagy) [4]. Kumbang ini memakan tubuh buah muda dan tertarik oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh tubuh buah Ganoderma sp. [4]. Ketika aktivitas makan sedang berlangsung, spora Ganoderma sp. yang ada dipermukaan tubuh buah akan menempel pada tubuh kumbang [5]. Kumbang yang telah selesai makan akan terbang untuk mencari tubuh buah lainnya, saat pencarian tubuh buah lainnya kumbang ini akan hinggap pada tanaman kelapa sawit lain dan secara pasif akan mendistribusikan spora Ganoderma sp.
Kumbang Eumorphus merupakan serangga yang tersebar secara luas, khususnya di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, terdapat lebih kurang 4 spesies yang sudah dilaporkan ditemukan yaitu E. sumatrae, E. costatus, E. wegneri, dan E. mirabilis [6]. Dari publikasi tersebut diperoleh bahwa habitat hidup kumbang Eumorphus bersifat endemik, sehingga banyak ditemukan di wilayah tertentu. Kumbang ini memiliki inang yang cukup luas, sehingga mampu bertahan dengan memakan tubuh buah jamur lain selain Ganoderma sp.
Penyebaran spora dengan bantuan kumbang memang memiliki persentase peranan yang kecil, namun sangat efektif. Mobilitas dan kemampuan mendeteksi tanaman inang lain akan sangat meningkatkan efektivitas distribusi spora Ganoderma sp. Tingkat penyebaran spora dengan bantuan serangga akan sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi serangga tersebut. Ketika populasi serangga meningkat, maka laju distribusi spora akan meningkat pula. Pada periode outbreak ini perlu diwaspadai terjadinya peningkatan presentasi kejadian penyakit BPB khususnya pada komoditas kelapa sawit. Kumbang Eumorphus sejatinya adalah musuh alami cendawan Ganoderma sp., namun karena aktivitas makannya ikut mendistribusikan spora maka keberadaannya tidak diharapkan. Selain itu, bagian yang menjadi makanan kumbang ini adalah tubuh buah yang bukan merupakan sumber utama Ganoderma sp. yang berada di dalam jaringan tanaman.
Dengan memahami faktor-faktor penyebaran spora Ganoderma sp., diharapkan upaya penanggulangan penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Pengendalian Ganoderma sp. memang harus dilakukan secara terpadu dengan menggabungkan semua unsur pengendalian, termasuk pencegahan penyebaran sumber inokulum cendawan patogen. Kegiatan monitoring menjadi sangat penting ketika kita akan menerapkan pengendalian terpadu.
Referensi
1. Glime J. Adaptive strategies: spore dispersal vectors. Bryophyte ecology. 2017;1:1-44.
2. Shockley FW. Systematics of Endomychidae (Coleoptera: Cucujoidea): Phylogenetic and taxonomic research on a mycophagous beetle family: University of Georgia; 2009.
3. Strohecker HF. Some fungus beetles of the family Endomychidae in the United States National Museum, mostly from Latin America and the Philippine Islands. Proceedings of the United States National Museum. 1943.
4. Shockley FW, Tomaszewska KW, McHugh JV. Review of the natural history of the handsome fungus beetles (Coleoptera: Cucujoidea: Endomychidae). Insecta Mundi. 2009:597.
5. Komonen A, editor Distribution and abundance of insect fungivores in the fruiting bodies of Fomitopsis pinicola. Ann Zool Fenn; 2003: JSTOR.
6. Yoshitomi H, Sogoh K. Eumorphus marginatus group in Sulawesi, Indonesia (Coleoptera, Endomychidae). ZooKeys. 2019;820:139.