Dunia kini memasuki era dimana pemuliaan tanaman dapat dilakukan menggunakan serangkaian New Breeding Technqiques (NBT) yang lebih akurat dan cepat dibanding teknik konvensional. Meskipun baru berkembang pada satu dekade terakhir, NBT sangat cepat diadopsi oleh stakeholders baik akademisi dan industri. Namun demikian, NBT menghadapi ketidakjelasan regulasi yang membuat teknologi ini masih sulit diterima oleh masyarakat. Tantangan ke depan adalah bagaimana masyarakat mengenal dan memahami NBT agar jika saatnya tiba, NBT mampu mendukung ketahanan pangan.
Teknik Pemuliaan Tanaman Baru (Next Breeding Techniques, NBT) adalah metode yang memungkinkan pengembangan varietas tanaman baru pembawa sifat yang diinginkan dengan melakukan modifikasi DNA dari benih dan/atau sel tanaman [1]. NBT ini baru dikembangkan pada satu dekade terakhir, masih berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, sehingga masih disebut sebagai teknik “baru”. NBT sendiri tidak terbatas pada beberapa praktik pemuliaan tanaman yang masih terus berkembang. Meskipun demikian, menurut Komisi Eropa (European Commission, EC), beberapa teknik pemuliaan tanaman yang saat ini tergolong sebagai NBT utama adalah (1) Site-Directed Nucleases (SDN, termasuk di dalamnya sistem ZFN dan CRISPR), (2) Oligonucleotide Direted Mutagenesis (ODM), (3) Cisgenesis, (4) RNA-dependent DNA methylation (RdDM), (5) New Grafting (batang atas non-GM pada batang bawah GM), (6) Reverse breeding, dan (7) Agro-infiltration.
Diantara berbagai teknik tersebut, SDN merupakan yang paling populer dimana saat ini dikenal sebagai teknik genome editing. SDN sendiri merupakan teknik yang menyasar pengeditan genom organisme pada posisi yang tepat dan akurat dengan menggunakan bantuan enzim nuklease [2]. Di sisi lain, teknologi baru dengan menggunakan bantuan seutas oligonukleotida spesifik non-transgenik untuk mengedit gen via Rapid Trait Development System (RTDS) [3]. Lebih canggih lagi, proses epigenetik kini bisa diarahkan untuk membentuk mutase terarah (yang diinginkan) melalui metode RdDM yang menggunakan seutas RNA untuk mengarahkan metilasi DNA. Hasil akhirnya adalah diperolehnya gen yang terkendali untuk fenotip tertentu [4]. Ketiga teknik tersebut umumnya membawa konsep cisgenesis dimana perbanyakan tanaman dilakukan dengan transfer alel pada genotip yang sama [5]. Konsep ini tidak dikategorikan sebagai transgenik.
Teknik Pemuliaan Tanaman Baru ini muncul sebagai hasil dari kemajuan riset yang memungkinkan perubahan genom tanaman yang lebih tepat dan cepat dibandingkan teknik pemuliaan tanaman secara konvensional, yang menggunakan proses kimia dan radiasi untuk mengubah karakteristik genetik tanaman [1]. NBT memiliki potensi yang sangat signifikan untuk percepatan pemuliaan tanaman dan industri pangan pertanian.
Potensi tersebut dapat dilihat dari keunggulan NBT dimana teknik seperti ZFN, CRISPR dan ODM memungkinkan perubahan spesifik lokasi dalam genom tanaman yang diturunkan. Pada teknik pemuliaan konvensional, perubahan genetik masih banyak terjadi pada tanaman generasi pertama namun tidak dilanjutkan pada keturunannya. Dari sisi teknoekonomi, penggunaan NBT dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk pemuliaan tanaman dibandingkan dengan cara konvensional (yang memakan waktu lebih dari 15 tahun), sehingga biaya produksi tanaman menjadi lebih rendah [1].
Meskipun terdengar menjanjikan, NBT saat ini berada dalam situasi yang tidak pasti terkait klarifikasi hukum di dunia. Perdebatan masih terus terjadi di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada tentang bagaimana regulasi harus mengatur praktik dari NBT [6]. Perdebatan masih terus terjadi terkait apakah tanaman yang dihasilkan dari NBT tergolong ke dalam GMO atau tidak. Saat ini, koalisi dari berbagai industri, institut akademis dan riset di Uni Eropa membentuk The New Breeding Techniques Platform (NBTF) untuk terus mendorong Uni Eropa terkait kejelasan status tanaman hasil NBT. Pertanyaan utama para stakeholders yang berkepentingan dalam NBT adalah apakah tanaman yang dihasilkan dengan menggunakan NBT tersebut berbeda dengan tanaman yang saat ini tersedia dan bagaimana produk tanaman hasil NBT diklasifikasikan dalam definisi modifikasi genetik terkini [7].
Kerangka kerja keamanan hayati untuk beberapa teknik NBT tertentu telah dirangkum secara umum dalam Arahan Komisi Eropa, Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati, Regulasi Tanaman Baru Kanada, USDA, FDA, dan EPA [8]. Seperti kebanyakan teknik pemuliaan tanaman konvensional, NBT tidak terlepas dari potensi menghasilkan efek yang tidak diinginkan. Hal tersebut dikarenakan teknik NBT yang beragam dalam pendekatan dan metodologinya dimana 1-2 teknik dapat digabungkan dalam program pemuliaan tanaman atau cukup 1 teknik digunakan untuk mengembangkan varietas baru. Bahkan teknik NBT dapat dikombinasikan dengan teknik GMO klasik seperti transgenesis sehingga penyelesaian regulasinya akan cukup kompleks [7]. Kunci dari permasalahan ini adalah sebetulnya melakukan riset dan menemukan dimana teknik NBT dapat membawa dampak di luar rencana.
Secara teknis, banyak pihak mengakui bahwa NBT menawarkan kemudahan dibandingkan teknologi GM (transgenesis) saat ini. Jika NBT nantinya dikecualikan dari peraturan GMO, tentu saja perusahaan kecil dan institusi akademis akan mendapatkan manfaat besar dari percepatan komersialisasi teknik NBT. Di sisi lain, ketidakpastian regulasi terkait NBT merupakan tantangan bagi para stakeholders tentang bagaimana saat ini teknologi NBT digunakan: skala riset atau skala industri.
Terlepas dari itu semua, NBT ditemukan dan dikembangkan untuk memperbaiki metode GM (transgenesis) klasik. Pada masanya nanti, dunia mungkin tidak akan memiliki banyak pilihan untuk mempertahankan kedaulatan pangan dengan hambatan-hambatan makro seperti perubahan iklim, keterbatasan lahan, dan keterbatasan sumber daya alam. Pada saat itu tiba, kita akan bertanya, apa yang kita ketahui tentang NBT dan bagaimana NBT bisa menolong kita semua.
Referensi
1. Aglawe SB, Barbadikar KM, Mangrauthia SK, Madhav MS. New breeding technique "genome editing" for crop improvement: applications, potentials and challenges. 3 Biotech. 2018;8(8):336. Epub 2018/08/04. doi: 10.1007/s13205-018-1355-3. PubMed PMID: 30073121; PubMed Central PMCID: PMCPMC6056351.
2. Podevin N, Davies HV, Hartung F, Nogué F, Casacuberta JM. Site-directed nucleases: a paradigm shift in predictable, knowledge-based plant breeding. Trends in Biotechnology. 2013;31(6):375-83. doi: 10.1016/j.tibtech.2013.03.004.
3. Sauer NJ, Mozoruk J, Miller RB, Warburg ZJ, Walker KA, Beetham PR, et al. Oligonucleotide-directed mutagenesis for precision gene editing. Plant Biotechnology Journal. 2016;14(2):496-502. doi: 10.1111/pbi.12496.
4. Matzke MA, Mosher RA. RNA-directed DNA methylation: an epigenetic pathway of increasing complexity. Nature Reviews Genetics. 2014;15:394. doi: 10.1038/nrg3683.
5. Cardi T. Cisgenesis and genome editing: combining concepts and efforts for a smarter use of genetic resources in crop breeding. Plant Breeding. 2016:n/a-n/a. doi: 10.1111/pbr.12345.
6. Lassoued R, Smyth SJ, Phillips PWB, Hesseln H. Regulatory Uncertainty Around New Breeding Techniques. Frontiers in Plant Science. 2018;9. doi: 10.3389/fpls.2018.01291.
7. Seyran E, Craig W. New Breeding Techniques and Their Possible Regulation. AgBioForum. 2018;21(1):1-12.
8. Lusser M, Parisi C, Plan D, Rodríguez-Cerezo E, JRC/IPTS D. New plant breeding techniques. State-of-the-art and prospects for commercial development. EUR 24760 EN. JRC scientific and technical reports, European Commission DG JRC/IPTS (ed). 2011:220.